Pekanbaru | Sengketa tanah yang mencuat di Kelurahan Tangkerang Barat, Kecamatan Marpoyan Damai, kian memanas setelah muncul dugaan penyalahgunaan wewenang oleh oknum lurah setempat. Hal ini menjadi sorotan tajam dari berbagai pihak, termasuk Afriadi Andika, S.H., M.H., seorang masyarakat pemerhati hukum yang menyebut adanya kejanggalan dalam pernyataan yang disampaikan lurah melalui media massa.
Dalam sebuah pemberitaan, disebutkan bahwa lurah Tangkerang Barat menyatakan tanah bersertifikat resmi bernomor 5022368 telah terbit sejak tahun 1982. Namun, munculnya surat keterangan garapan (SKGR) pada tahun 1999 yang kemudian diklaim sebagai dasar penerbitan sertifikat baru menimbulkan pertanyaan besar. Terlebih lagi, surat tanah baru bernomor 927-2398 terbit dengan tanggal, bulan, tahun, dan jam yang sama—hal ini dianggap janggal oleh masyarakat.
> “Saya menduga ada kejanggalan serius dalam keterangan yang disampaikan oleh oknum lurah. Ini harus diusut tuntas agar tidak merugikan masyarakat,” ujar Afriadi Andika.
Menurutnya, aturan bukan dibuat untuk dilanggar, melainkan menjadi pedoman dan acuan bagi penyelenggara pemerintahan dalam menjalankan tugas yang sesuai dengan hukum dan etika.
Lurah Harus Menjunjung Tinggi Integritas
Afriadi menegaskan bahwa seorang lurah harus memiliki integritas tinggi, bersikap jujur, dan profesional dalam menjalankan tugasnya. Pelayanan publik pun harus diberikan secara adil, cepat, dan akurat, sesuai prinsip keadilan.
“Seorang lurah bertanggung jawab penuh atas segala kebijakan yang diambilnya. Ia harus menjaga kehormatan jabatannya dan menaati semua aturan hukum yang berlaku,” tambahnya
Perlindungan Hukum Harus Ditegakkan
Sengketa tanah ini juga berkaitan erat dengan hak kepemilikan dan legalitas yang diatur dalam PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan PP Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan dan Hak Atas Tanah. Peraturan ini memberikan kejelasan hukum dan perlindungan kepada pemilik tanah yang sah dari klaim ilegal pihak lain.
Afriadi menuntut agar kasus ini ditangani serius oleh instansi terkait seperti Mabes Polri, Kejaksaan Agung, Menteri ATR/BPN, serta Komisi II dan III DPR RI.
> “Segera periksa oknum RT 04, RW 08, Lurah Tangkerang Barat, Camat Marpoyan Damai, serta jajaran BPN Pekanbaru. Ini tuntutan publik untuk menghadirkan kepastian hukum,” tegasnya.
Pentingnya Keadilan dalam Pengelolaan Pajak Tanah
Sebagai tambahan, publik juga diingatkan soal perbedaan antara regulasi perpajakan yang berlaku, seperti UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang KUP dan PBB-P2 yang diatur dalam UU 1/2022, serta Pasal 23 ayat (2) UUD 1945. Hal ini menandakan perlunya pemahaman hukum yang kuat dalam setiap proses pengurusan dan pengelolaan tanah.
Kesimpulan:
Kasus ini menjadi pengingat penting bahwa kejujuran, akuntabilitas, dan kepatuhan pada hukum harus menjadi prinsip utama dalam tata kelola pemerintahan. Sengketa tanah bukan hanya soal lahan, tetapi soal keadilan dan kepercayaan publik terhadap institusi negara.**
Tidak ada komentar:
Posting Komentar